AG.ID – Anggota Komisi II DPRD Kota Bengkulu Ariyono Gumay menyarankan agar Pemkot lebih berhemat ketimbang menaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk 2023 mendatang.
Hal ini menyusul adanya Permendagri 84 Tahun 2022 terkait penggunaan DAU yang sudah diatur peruntukannya oleh pemerintah pusat. Menurutnya, penetapan PAD dalam APBD harus melalui kajian secara konfrehensif dan pendataan.
Pada Agustus lalu, DPR dan TAPD sudah menyepakati untuk pendapatan tahun 2023 yakni kurang lebih sekitar Rp 260 miliar dan sudah melalui kajian berdasarkan potensi yang ada. Menaikan PAD ditengah kondisi ekonomi masyarakat yang belum stabil ini dikhawatirkan malah akan cendrung tak akan mencapai target yang ditetapkan, mengingat dari 2019 hingga saat ini belum ada PAD yang sampai Rp 200 miliar.
“Saya menyarankan agar pemkot untuk lebih berhemat, dan memprioritaskan pembangunan yang bersifat urgent ketimbang menaikan PAD. Sekarang kalau kita mau menaikkan PAD menjadi Rp300 ataupun Rp500 miliar itu kajiannya apa?. Sedangkan baru 2 bulan kita kaji sama-sama, kita sepakati Rp260-an miliar, tiba-tiba dalam 2 bulan kita naikkan lagi karena kekurangan dan transfer. Itu pola berpikirnya salah,” jelas Ariyono, Rabu (19/10/2022).
Ia menyebut, jika menagih piutang merupakan suatu strategi dalam peningkatan PAD malah akan berbenturan dengan aturan karena dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penetapan Pajak dan Retribusi, termasuk juga Permendagri 84 Tahun 2022 yang mengatur agar pemda disarankan untuk mengurangi pajak, meringankan pajak, menunda pembayaran pajak, dan menghapus pajak bagi masyarakat.
“Seandainya kita harus memaksa piutang, itu akan lebih cenderung timbul masalah-masalah di masyarakat. Karena kondisi pemerintah saja sekarang ekonomi lagi susah, apalagi masyarakat. Kita memaksakan masyarakat yang menunggak PBB yang sudah berjalan bertahun-tahun itu berat, karena kita tidak punya sanksi,” katanya.
Dalam peningkatan PAD, perlu dilakukan pendataan ulang secara menyeluruh terhadap objek pajak dan pengkajian potensi pajak secara akademis di 2023. Apalagi pelaku UMKM tak boleh ditetapkan pajak karena berdasarkan kemampuan penghasilan para pengusaha kecil. (AG)